Joko dan Kristo – Bara api CERITA SEX GAY,,,

Joko dan Kristo – Bara api
CERITA SEX GAY,,,
Keterangan: Semua kejadian dan pemeran dalam cerita ini hanya fiksi belaka. Enjoy.

“Damn, I look gorgeous!” puji diriku sendiri sembari mengamati bayangan pada cermin.

Seorang pemuda tampan berbusana suit lengkap sedang menatapku kembali pada cermin itu. Sembari mengambil gadgets yang menggantikan fungsi tas kantorku, aku tersenyum melihat tubuh bugilnya yang terkulai lemas pada ranjang raksasa itu. Udara AC meredakan teriknya matahari pagi yang menyinari tubuh telanjang Kristo yang masih tertidur. Dari sela selangkangannya terlihat bekas ceceran maniku yang kutanamkan hingga tiga kali pada malam sebelumnya.

Perlahan aku dekati dia dan aku kecup keningnya.

“Morning Angel, bangun yuk, kamu ada meeting dengan ad agency pagi ini..”
“Hmm.. Morning Charlie!” (lho seperti di film Hollywood saja).

Ia perlahan membuka matanya dan mencium bibirku.

“Damn dude, my ass still hurts!” protesnya.
“I told you, it’s a big baby down there!” jawabku bangga.
“Ah Papi, mau lagi dong..” ujarnya bernapsu sembari menggerayangi Joko kecilku.
“Papi juga ada meeting pagi ini sayang.. Nanti siang habis meeting kamu telpon aku deh.. We’ll make some arrangements ya”
“Ah payah nih..”
“Udah, buruan mandi, ntar diomelin Papa kamu lho kalo telat”
“I know.. I know.. Aku kan udah gede.. Kamu sama aja kayak Papa-mama-ku”
“Oke deh, ciao bello!”
“Ciao Papi!”

Sebuah kecupan ringan kuberikan pada keningnya sebelum aku turun dari lantai paling atas gedung apartemen itu.

“Segar sekali pagi ini Den. Dapet cewek baru ya?” sambut supir kantor-ku.
“Ah engga, emang kayaknya hari ini segar aja Pak..” balasku tersenyum merahasiakan kejadian sesungguhnya.
“Yuk, jalan..”

Belum sampai tengah hari, teleponku sudah berdering dari Kristo.

“Kang. Aku bingung deh ni, mau milih agency yang mana, soalnya yang satu bagus di konsepnya, yang satu bagus di media spendingnya, yang satu bagus di-pengerjaannya, dan yang satu lagi bagus diharganya. Biasanya yang ngurus gini-gini-an di kantor kamu sapa sih?”
“Ya aku sendiri lah. Coba kamu udah kontak siapa aja?”

Ia memberikan beberapa nama contact persons dari beberapa perusahaan periklanan yang sudah ia temui.

“Ah, dia mah bawahannya si Arya di sana, udah langsung aja minta dihandle Arya kenapa?”
“Oh bisa ya?”
“Ya tergantung seberapa budget kamu juga sih, harusnya sih udah cukup besar untuk di handle Arya deh..”
“Ah bingung ah, aku ngobrolnya di kantor kamu aja boleh ga?” pintanya dengan nada manja.
“Mm, boleh tapi ada syaratnya. Kamu bawain aku batagor yang di gang sebelah WTC gimana?”
“Ah si Pak bos ini, kalo sama klien makan di hotel, tapi kalo sendiri pelit banget”
“Lho say, ini bukan masalah pelit, tapi masalah perut, emang dari dulu sukanya yang simple-simple gitu lagian!”
“Oke deh tunggu aku ya..”

Tidak sampai satu jam kemudian wajah lugu (dan mupeng)-nya sudah terpampang di depan mejaku. Gantungan kuncinya yang berlogo empat lingkaran berjajar itu hampir terjatuh dari ujung meja.

“Aduh napsu sekali sih Kris..” protesku disela ciumannya yang dasyat.
“Oh ok, sorry-sorry, bos makan dulu deh..”
“Nah gitu dong..”

Ia mengambilkan piring dari lemari yang tersembunyi dan menata makananku bak seorang istri yang baik.

“Silakan raden Mas..”
“Sialan kamu ya..”
“Nah, sementara kamu makan.. Aku juga mau makan.. Ehm. Permisi..”

Ia mendorong kursi kantor yang sedang aku duduki itu kemudian masuk di bawah meja di antara selangkanganku. Dengan cekatan ia membuka sabuk dan risleting celanaku dan menarik kursiku ke posisi semula.

“Gila kamu..”
“Aku udah kangen sama yang ini..” ujarnya dari bawah meja.

Saya jadi bingung antara napsu lapar batagor dan napsu lapar birahiku yang perlahan mulai naik.

“Udah enjoy aja Kang.. Anggep aja delivery service Plus-Plus, hehe..”

Suara hisapan demi hisapan penuh napsu mulai terdengar dari kolong meja sehingga aku harus mengeraskan volume aransemen biola hasil komposisi Vivaldi dalam orkestra Spring dari Four Season Suite.

Lidahnya yang piawai mulai kurasakan bermain di lubang bukaan kepala penisku. Bibirnya mulai pintar beradaptasi dengan tubuh kekar dan besar Joko kecil-ku itu. Diam-diam ia belajar menelan utuh-utuh seluruh kelelakianku. Ah, nikmat sekali rasanya.

Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu ruang kerjaku.

“Siang Pak, maaf, saya butuh tanda tangan.. Eh, maaf menggangu Pak, saya tidak tahu kalau Bapak sedang makan..”
“Ga Papa Cin, sini saya liat dulu” jawab saya ketika saya yakin bahwa Kristo sudah tahu bahwa ada tamu yang tak diundang dan ia tidak akan terlihat dari pandangan Cindy, sekretaris saya.
“Lho kok senyum-senyum Pak?”
“Cindy.. Cindy.. Aku tadinya mau marah, tapi kok daripada capek mendingan senyum aja. Aku kan udah menginformasikan bahwa dokumen seperti ini kan sudah ada formatnya dan kamu tidak usah capek-capek ngarang sendiri lagi.”
“Oh iya Pak, maaf, photomemek.com jadi perlu saya kopi-kan dari dokumen arsip?”
“Ga usah deh, daripada buang waktu. Nih, saya tanda tangan langsung”
“Makasih Pak.” ujar Cindy lega sembari meninggalkan ruangan.
“Nih, saya isep langsung Pak!” lanjut Kristo nakal sembari menunjukkan bukti kepiawaian mulutnya berupa sedikitnya ceceran air maniku yang tersisa pada ujung-ujung bibirnya.
“Gila kamu, bukannya berhenti dulu.”
“Udah kepalang tanggung darling, lagian kamu kayaknya udah ampir keluar tadi..”
“Gimana hiburan siangnya, enak kan?” tambahnya
“Oh enak sekali, thank you dude.. Tapi.. Ada yang kurang nih.. Desserts!”

Sebuah tombol kutekan untuk mengunci ruanganku. Dan aku menarik Kristo ke pangkuanku. Kulumat bibirnya yang masih basah dengan air maniku dan dengan paksa kemejanya aku tarik ke atas sehingga aku dengan segera dapat menyusu pada putingnya yang sudah mengeras dan menggiurkan itu.

“Wow, daddy calm down..” respons-nya.

Dengan kasar aku membuka celananya hingga sepaha dan mulai memasturbasi batang kelelakiannya. Aku memainkan lidahku dalam bukaan kulit fulup-nya yang membuat ia menggelinjang tak terkendali. Kemudian kuangkat tubuhnya hingga punggungnya menyentuh meja kerjaku.

“Show time babe” pintaku.

Kedua pahanya yang masih terikat oleh celana yang belum lepas sepenuhnya itu aku naikkan kearah dadanya. Kini terkuaklah lubang kenikmatannya yang terlihat mengerling dan menggoda birahiku.

“Oh baby you got some really nice ass..”

Tanpa komando aku langsung menjilati lubang kenikmatannya yang telah kucukur hingga bersih polos pada malam sebelumnya. Ternyata Kristo pandai mengendalikan liang tersebut hanya untuk kenikmatan pribadiku.

“Ahh, akang, enak sekalihh..”

Tidak tanggung-tanggung, tiga jemari gemukku langsung menghunjam dan bergerak memanasi hidangan penutup yang aku nanti-nantikan.

“Ayo kang sekarang..”

Ular naga perkasaku sudah kembali mencapai posisi terkokoh untuk kupergunakan dalam permainan selanjutnya.

Dalam satu sodokan maut, seluruh batang zakar itu berhasil masuk ke liang sempit nan elastis itu. Kemudian aku berubah santai. Aku diamkan benda asing itu di dalam anus kekasihku. Aku nikmati permainan otot-otot cincin yang hangat menyelubungi dan memanjakan libido-ku ini. Ternyata perlahan-lahan batang zakarku masih dapat berkembang maksimal di dalam gua pecinta itu.

“Ahh.. Ohh.. Masih melar Kang.. Ahh. Enak rasanya anget.. Penuh sesak..”
“Sayang, cuman kamu yang tau caranya membuat hal itu terjadi..” timpalku tanpa mengada-ada. Kemudian kami berciuman mesra tanpa adanya pergerakan lebih lanjut.

Matanya mendadak melotot seperti semalam ketika pangkal kemaluanku itu ikut membesar dan seakan mengoyak dinding bukaan duburnya. Sayang, kalaupun ia hendak berteriak mulutnya sudah kubungkam dengan bibirku.

“Sorry, yang itu ga bisa aku kontrol” aku meminta maaf sambil tersenyum.

Dengan perlahan aku mulai bergerak keluar masuk dari tubuhnya. Terkadang terdengar, maaf, suara kentut dari lubangnya yang terengah-engah meminta udara dari luar karena sudah sangat sesak dan sempit ulah ukuran keperkasaan alat vitalku.

Kristo-pun mulai terlihat rileks dan sangat menikmati permainanku. Ia memejamkan matanya ketika lidahku menyentuh bebuluan halus walaupun lebat pada ketiaknya.

“Damn, you smell good baby..”
“And you are so big Papi, aku ga pernah merasa senikmat ini..”

Ketika permainanku mulai berubah menjadi kasar, Kristo sepertinya tidak kuat lagi menahan hujamanku.

“Papi, I’m gonna cum.. Gonna cum.. Gonna.. Ahh.. Hh.. Hh..”

Kristo mencurahkan seluruh isi buah kejantanannya pada kondom yang sempat aku selipkan sebelumnya (untuk menjaga kerapihan dan bersihan kantor). Ia mengelinjang berkali-kali seiring dengan setiap semburan maninya yang tertangkap oleh karet pelindung itu.

Orgasme dasyat yang ia alami dapat kurasakan juga pada jepitan anusnya yang mulai menyusuiku dengan napsu yang luar biasa. Kurasakan bahwa bendunganku-pun akan jebol dalam hitungan beberapa detik ini.

Sebelum semuanya terjadi aku menjatuhkan seluruh beban tubuhku pada Kristo di atas pahanya yang terlipat ke atas. Dengan sedikit kejangan tubuh, dengan tenangnya (seperti layaknya buang air kecil) aku menyemburkan cairan kenikmatan yang hangat dalam dubur kekasihku. Hampir dua menit muncratan demi muncratan hangat itupun tak kunjung selesai (berkat teknik memperpanjang orgasme yang aku pelajari di India) sehingga kini cairan itu mulai terasa meleleh pada buah pelirku yang kelelahan.

Lima menit berlalu hingga energiku kembali pulih dan perlahan aku bangkit dari atas tubuh kekasihku.

“Thanks Yang.. What a great way to enjoy lunch?”
“Lunch? Aku kirain udah dinner sekalian sangking gedenya!” timpal Kristo dengan senyumnya yang manis.

Perlahan kucabut kontolku yang mulai melemas dari liang hangat itu. Oh, ternyata si kepala tomat masih agak susah keluar dari kungkungannya.

Plop. Terdengar bunyi kepala penisku meninggalkan penjara nikmat tadi.

Aku segera berjongkok dan mengamati lubang anusnya yang masih megap-megap setelah kejadian pemerkosaan luar biasa barusan itu. Kemudian kubersihkan sisa-sisa yang tercecer dari bukaan lubang yang tak kunjung menutup itu dengan jemariku.

“Yang.. Sorry nih, kamu ga Papa kan? Soalnya umm, lubang anusmu ini kok masih menganga begini ya, aku bisa ngeliat sampe kedalem-dalemnya gini lho.. Bisa nutup ga ya?”
“Hmm, ga tau juga deh, tapi kemaren malem kan sama juga, cuman udah gelap aja kamu ga ngeliat. Sampe tadi pagi aku kayaknya masuk angin dari sana gitu..”
“Lho emang bisa ya?”
“Udah ga usah dipikirin, gara-gara kontol super-mu itu, mungkin aku jadi napsuan gini.. Habis dipake kamu kayaknya disana tuh kosong banget, pengennya diisi terus terusan sama kamu..”
“Ah yang bener?”
“Iya beneran!”

Dengan izin extranya itu aku segera menancapkan batang kelelakianku yang ternyata masih dapat dikembangkan dengan lebih maksimal lagi. Cairan mani yang masih kental di sana bekerja bagaikan cairan pelumas yang menambah kenikmatan perjalanan batang zakarku di dalam lubang nan gelap itu. Tanpa mengindahkan kerapihan dan kebersihan kantor lagi aku rasakan sisa mani yang tertampung di dalam anusnya tadi mulai berceceran keluar akibat gesekanku. Kini aku siap untuk menembak sekali lagi. Kuraih kedua belah kakinya yang masih terbungkus celana kantornya itu dan kudekap dalam pelukanku erat-erat sebagai pegangan peluncuran torpedo air maniku babak yang kedua ini.

“Owaahh.. Hh.. Hh..”

Semburan maniku yang terkenal luar biasa banyak dan kental itu seakan menyisakan ruang kosong pada kedua telur penampunganku. Lututku mulai terasa lemah dan aku terjatuh pada kursiku dengan penis yang masih terlihat kokoh berlumuran dengan cairan putih kental yang turut membasahi areal bulu jembutku yang keriting dan padat itu.

Penis Kristo juga sudah melemah. Bokong kenyalnya yang bergelantungan pada ujung mejaku mulai mengotori lantai dengan tetesan sperma hangatku yang mengalir bagaikan salju yang mencair dari lubang kenikmatannya.

“Hey I forgot my desserts!” teriakku beberapa menit kemudian.

Aku menikmati saus nikmat persembahan Kristo dari kondom yang kukenakan padanya tadi.

Pemirsa, setelah beberapa bulan hubungan kami terjalin, baru sekali ini dalam hidup saya, saya menemukan seorang pasangan yang dapat mengimbangi birahi keperkasaan saya. Dan tidak hanya itu, selain ia bisa menikmatinya, mungkin saya harus mengakui bahwa kekasih saya yang satu ini ternyata lebih maniak dari diri saya.

Tamat
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts